Kajian Hadis Shahih “Dai di Atas Pintu Jahannam”
Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)
Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences
Sahabat Hudzaifah bin al-Yaman memiliki kebiasaan yang berbeda dari sahabat lain. Dalam kitab Shahih al-Bukhari, kitab al-Fitan, ia berkata, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kebaikan, sedangkan saya bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir keburukan itu menimpa saya. Maka saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, semula kita ini berada pada zaman jahiliah dan keburukan. Kemudian, Allah mendatangkan kebaikan (agama Islam) kepada kita. Apakah sesudah kebaikan ini ada keburukan?”
Nabi SAW menjawab, “Ya, ada.” Saya bertanya lagi, “Apakah setelah keburuan itu ada kebaikan?” Beliau menjawab, “Ya, ada kebaikan, tetapi berkabut.” Saya bertanya lagi, “Apakah kabutnya?” Beliau menjawab, “Ada orang-orang yang mengambil petunjuk selain petunjukku. Kamu mengetahui kebaikan dan keburukan mereka.”
Saya bertanya lagi, “Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, ada, yaitu dai-dai di atas pintu Jahanam. Siapa yang mengikuti mereka, ia akan dijerumuskannya ke Jahanam itu.”
Saya bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa tanda-tanda mereka?” Beliau menjawab, “Mereka adalah dari kulit kita dan berbicara dengan lisan kita.” Saya bertanya lagi, “Apa yang Engkau perintahkan kepada saya apabila hal itu menimpa diri saya?” Rasulullah SAW menjawab, “Tetaplah kamu bersama Jama’atul Muslimin dan imam mereka.
Saya bertanya lagi, “Apabila kaum muslimin tidak memiliki jamaah dan imam (pemimpin)?” Beliau menjawab, “Tinggalkanlah kelompok-kelompok itu semuanya meskipun kamu akan menggigit akar pohon sampai kamu mati dan kamu tetap seperti itu.”
Dalam hadis ini, Rasulullah menunjukkan periode keadaan umat Islam. Pertama, jahiliah; kedua, Islam; ketiga, buruk; keempat, baik berkabut; dan kelima, buruk.
Para ulama berbeda pendapat tentang maksud buruk yang pertama. Imam al-Qadhi ‘Iyadh (544 H), seperti dinukil oleh Imam Ibnu Hajar (852 H) dalam kitabnya, Fath al-Bari (xxvii/42), mengatakan, yang dimaksud dengan keburukan yang pertama yaitu fitnah-fitnah (perpecahan umat) yang terjadi setelah wafatnya Khalifah Usman bin Affan.
Sedangkan, yang dimaksud dengan kebaikan berkabut yaitu apa yang terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selain itu, Imam Ibnu Hajar sendiri mengatakan, “Menurut saya, yang dimaksud dengan keburukan pertama, yakni perpecahan pertama kali yang terjadi di tubuh umat Islam. Sedangkan, apa yang dimaksud dengan baik berkabut adalah kesepakatan antara Sayyidina Ali dan Mu’awiyah (kebaikan). Adapun yang dimaksud dengan kabut adalah apa yang terjadi pada masa keduanya, yakni muncul kelompok-kelompok Khawarij, yaitu kelompok pembangkang atau pemberontak terhadap pemerintah sah dan menghalalkan darah sesama Muslim. Sedangkan, yang dimaksud dengan dai-dai di atas pintu Jahanam adalah kelompok Khawarij dan semisalnya.”
Imam al-Qadhi ‘Iyadh dan Imam Ibnu Hajar tentu tidak menafsirkan hadis Nabi tadi sesuai dengan apa yang terjadi pada masa sekarang (1436 H). Beliau mengisyaratkan munculnya kelompok Khawarij pada masa awal Islam. Sedangkan, pemikiran Khawarij justru berkembang pada masa sekarang.
Lebih dari itu, pengertian dai di atas neraka tidak sebatas pada kelompok Khawarij, tetapi setiap orang yang mengajak orang lain untuk tidak mengesakan Allah, bahkan tidak mengimani dan tidak menaati-Nya. Dai-dai seperti ini belakangan ternyata muncul, baik melalu lisan maupun tulisan.
Mereka mengklaim dirinya sebagai Muslim namun mengajarkan bahwa Tuhan itu bukan Allah SWT, melainkan salah seorang sahabat dari sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Semoga Allah menjaga kita dari penyesatan dan pengafiran. Aamiin.