Nahwu Sufi | Bab Kalam (2)

Dari Buku: Mengungkap Spiritualitas Matan Jurumiyah | Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Adapun kalam yang mufīd (berguna) bagi pelakunya sendiri adalah setiap ucapan yang meliputi hati dan lisan, yang berguna sebagai penerang nurani dengan cahaya dzikir lisan, dzikir qalbu, dan dzikir ruh. Selain kalām mulia tersebut, maka hanyalah sia-sia dan semua belaka. Allah s.w.t. berfirman:

لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوْفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ.

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyeru memberi sedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” An-Nisā’: 114.

Dengan demikian maka setiap kalam akan menjadi beban berat bagi pengucapnya, kecuali dzikir menyebut nama Allah s.w.t. sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:

رَحِمَ اللهُ عَبْدًا سَكَتَ فَسَلِمَ أَوْ تَكَلَّمَ فَغَنِمَ.

“Allah merahmati hamba yang diam tapi nurut, (juga bisa diartikan: diam maka ia selamat – S.H.) atau berbicara tapi memberi petunjuk (juga bisa diartikan: berbicara maka ia mendapatkan keuntungan – S.H.).”

Dan seorang ahli hikmah berkata:

لَوْ قُدِّرَ الْكَلَامُ عِنْدَ النَّاسِ

مِنْ فِضَّةٍ بَيْضَاءَ فِي الْقِيَاسِ

إِذًا لَكَانَ الصّمْتُ مِنْ أَعْلَى الذَّهَبِ

فَافْهَمْ هَدَاكَ اللهُ آدَابَ الطَّلَبِ.

“Andaikan bicara adalah perak termurni,
Maka diam adalah emas tertinggi.”

Syaikh al-Būzaidī r.a. pernah berkata: “Orang mulia adalah yang menunaikan seribu hajat hanya dengan satu kata, sedang orang pendusta adalah yang mengeluarkan seribu kata tapi satu hajat pun tidak ditunaikannya.”

Orang yang benar-benar ingin lekas sampai adalah yang berdzikir, bertafakkur, membaca al-Qur’an, shalat, menasehati, dan mendengarkan nasehat. Waktu, gerakan, dan diamnya senantiasa dipenuhi keikhlasan. Apabila ia berbicara maka ia berdzikir atau berkata yang mendekatkannya kepada Allah, dan apabila ia diam maka ia diam dari umpat-mengumpat. Apabila ia bergerak maka ia bergerak dengan Allah dan menuju Allah, dan apabila ia tidak bergerak maka ia tetap bersama Allah dan menafikan dirinya (fanā’) di hadapan Allah. Takwa adalah bekalnya, dan qanā‘ah (selalu merasa cukup) adalah kekayaannya. Ia selalu berenang dalam lautan makrifat sehingga ia membuang dunia dan hawa nafsunya dan menjadikan Allah sebagai pelita hidupnya.

Diam memiliki hikmah-hikmah rahasia yang hanya dapat dicicipi oleh mereka yang telah dipilih Allah dan berakhlak dengan akhlak Allah.

Dari Buku: Mengungkap Spiritualitas Matan Jurumiyah | Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Kiyai Wakiti Ibnu Yusuf

Komentar
Loading...