Nahwu Sufi | Bab Kalam (3)

Dari Buku: Mengungkap Spiritualitas Matan Jurumiyah | Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

وَأَقْسَامُهُ ثَلَاثَةٌ إِسْمٌ وَ فِعْلٌ وَ حَرْفٌ جَاءَ لِمَعْنَى.

Kalām yang dapat menyampaikan kepada Allah ada tiga macam:

Pertama, اسم (isim). Yaitu dzikir isim mufrad “Allah”, sebagaimana firman-Nya:

وَ اذْكُرِ اسْمَ رَبَّكَ وَ تَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلًا.

“Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepadanya dengan penuh ketekunan.” Al-Muzzammil: 8.

Isim mufrad “Allah” adalah raja seluruh asmā’ Allah, maka setiap murid hendaknya berdzikir dengan isim mufrad “Allah” menggunakan lisannya dan bergoyang dengannya hingga mendarah-daging padanya, dan mengalir cahaya-cahayanya dalam jiwa dan raganya. Selanjutnya dzikir berpindah dari lisan ke hati kemudian ke ruh dan jiwa, dan pada saat itu ia dapat menyaksikan Allah (musyāhadah).

Seorang wali berkata:

الذِّكْرُ بَابٌ عَظِيْمٌ أَنْتَ دَاخِلَهُ

فَاجْعَلْ لَهُ الْأَنْفَاس حُرَّاسَا

“Dzikir adalah pintu teragung yang dapat kau masuki,
Maka jadikanlah dzikir sebagai lentera jiwa dan hati.”

Kedua, فعل (fi‘il). Yaitu jihad melawan hawa nafsu melalui sebuah upaya mendobrak penghalang-penghalang suluk semisal banyak bicara, banyak makan, cinta tahta, gila harta, dan lain sebagainya.

Tanamkanlah sifat rendah hati. Jangan terlalu berharap pada pujian manusia, sebab mengharapkan ridha manusia adalah menghindari ridha Sang Pencipta. (Tentunya ridha manusia yang dimaksud adalah yang bersebrangan dengan yang diridhai Allah dan Rasul-Nya) Dan puncak perjalanan spiritual seorang murid ialah apabila ia bebas dari hawa nafsunya.

Ketiga, حرف (hurūf). Yaitu semangat baja untuk sampai kepada Allah s.w.t. Huruf sangat dibutuhkan di awal perjalanan, namun pada akhirnya, huruf itu akan dibuang. Syaikh Abul-Ḥasan asy-Syādzilī r.a. berkata: “Huruf antara kau dan Allah lebih mulia dari huruf antara kau dan makhluk.” Huruf di sini adalah huruf yang bercahaya berupa keinginan tinggi untuk mencapai ridha Allah s.w.t. Namun ada lagi huruf lain yang gelap gulita. Ia adalah sifat rakus terhadap tahta dan dunia.

Bagian-bagian kalam di atas (isim, fi‘il, dan ḥurūf) juga mengisyaratkan kepada syariat, tarekat, dan hakikat. Syariat adalah sabda-sabda Nabi s.a.w., tarekat adalah perbuatan-perbuatan beliau, dan hakikat adalah keadaan-keadaan beliau. Sebagaimana sabda beliau s.a.w.:

الشَّرِيْعَةُ مَقَالِيْ، وَ الطَّرِيْقَةُ فِعَالِيْ، وَ الْحَقِيْقَةُ حَالِيْ.

“Syari‘at adalah sabdaku, tarekat adalah perbuatanku, dan hakikat adalah keadaanku (ruhaniku).”

Syari‘at adalah pengabdian kepada Allah, tarekat adalah perjalanan menuju Allah, dan hakikat adalah penyaksian kepada Allah.

Syari‘at adalah ucapan berharga, tarekat adalah perbuatan mulia, dan hakikat adalah rasa nikmat tiada tara.

Syari‘at untuk ‘awām (orang-orang umum), tarekat untuk khawāsh (orang-orang khusus), dan hakikat untuk khawāsh-ul-khawāsh (orang-orang paling khusus).

Orang-orang ‘awām hanya berpegang kepada syari‘at saja, sedangkan orang-orang khawāsh berpegang kepada syari‘at dan diiringi dengan suluk dalam tarekat, adapun orang-orang khawāsh-ul-khawāsh zahirnya bersyari‘at dan batinnya bertarekat, hingga mereka disinari cahaya-cahaya hakikat dengan berakhlak mulia sebagaimana akhlak Rasulullah s.a.w. Mereka adalah para pewaris tulen Baginda Rasul s.a.w.

Imām al-Qusyairī ketika menafsirkan ayat:

فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَ مِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَ مِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ.

“Dan di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang di pertengahan, dan di antara mereka ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan.” (Fāthir: 32)

Beliau menafsirkannya bahwa “yang menganiaya diri mereka sendiri” adalah mereka yang berpegang kepada sabda-sabda Rasulullah s.a.w. (Menganiaya diri sendiri di sini maksudnya: masih pada langkah awal dan harus menempuh jalan berikutnya yang cukup panjang) sedangkan “yang di pertengahan” adalah mereka yang berpegang kepada sabda-sabda dan perbuatan-perbuatan Rasulullah s.a.w., adapun “yang lebih dahulu berbuat kebaikan” adalah mereka yang berpegang kepada sabda-sabda, perbuatan-perbuatan, serta akhlak Rasulullah s.a.w.

Dari Buku:
Mengungkap Spiritualitas Matan Jurumiyah | Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Kiyai Wakiti Ibnu Yusuf

Komentar
Loading...