Nahwu Sufi | Bab Kalam (5)

Dari Buku: Mengungkap Spiritualitas Matan Jurumiyah Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

 

وَ هِيَ مِنْ وَ إِلَى وَ عَنْ وَ عَلَى وَ فِيْ وَ رُبَّ وَ الْبَاءُ وَالْكَافُ وَ اللَّامُ.

Adapun hal-hal yang memikat ketundukan hati (huruf-huruf jarr) itu ada sembilan:

Pertama, min (dari), yaitu awal perjalanan menuju Allah dengan kesungguhan mengikuti seorang syaikh.

Kedua, ilā (ke), yaitu akhir perjalanan dengan kesungguhan menyaksikan Allah. Dan dalam hal ini manusia dibagi tiga. Pertama, orang awam yang merasa cukup dengan keislamannya dan tidak mau bersuluk. Kedua, orang baik-baik yang banyak melakukan ibadah namun tanpa mengikuti seorang syaikh. Dan ketiga, orang mulia yang dibimbing seorang syaikh menuju Allah s.w.t.

Huruf jarr ketiga adalah ‘an (dari/melalui), yaitu berpaling dari segala penghalang suluk, sebagaimana pernyataan Syaikh al-Būzaidī bahwasanya tidak akan pernah sampai seorang murid kepada Tuhannya apabila di hatinya masih terdapat satu penghalang saja, sebab Allah s.w.t. berfirman:

وَ لَقَدْ جِئْتُمُوْنَا فُرَادَى.

“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri.” (Al-An‘ām: 94).

Yang dimaksud dengan “furādā/sendiri-sendiri” dalam ayat di atas adalah dalam keadaan bersih dari segala penghalang dan penyibuk hati.

Keempat, ‘ala (atas), yaitu pengendalian yang kuat atas belenggu nafsu hingga selalu di bawah petunjuk Tuhan, sebagaimana firman-Nya:

أُولئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَ أُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.

“Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Luqmān: 5)

Kelima, fī (di/dalam), yaitu keberhasilan memasuki singgasana musyāhadah alias perjalanan dalam kekuasaan Allah setelah berjalan menuju-Nya. Allah s.w.t. berfirman:

وَ قَالَ إِنِّيْ ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ.

“Dan Nabi Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku berjalan menuju Tuhanku dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Ash-Shāffāt: 99).

Keenam, rubba (sedikit), yaitu isyarat kepada minimnya orang-orang mulia, sebagaimana firman Allah s.w.t.:

وَ قَلِيْلٌ مَا هُمْ.

“Dan sedikitlah mereka ini.” (Shād: 24).

Dan firman-Nya:

وَ قَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ.

“Dan sedikit dari hamba-hambaKu yang bersyukur.” (Saba’: 13.).

Allah juga berfirman:

أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ.

“Kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Az-Zumar: 29).

Ketujuh, bā’ (dengan), yaitu merasa cukup dengan Allah dalam setiap langkah, serta menjauhi segala yang memalingkan hati dari-Nya.

Kedelapan, kāf (seperti), yaitu upaya menyerupai dan menirukan orang-orang mulia dalam pakaian, akhlak, dan perjalanan hidup mereka, sebab menyerupai mereka adalah menjadi bagian dari mereka juga, dengan syarat amal dan ikhlas. Seorang ahli hikmah mengatakan:

تَشَبَّهُوْا بِالْكِرَامِ إِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا مِثْلَهُمْ

إِنَّ التَّشْبِيْهَ بِالْكِرَامِ فَلَاحُ.

“Walau tak ada kesamaan, tirulah orang-orang mulia,
Walau sekedar tiruan, yakinlah anda kan jaya.”

Kesembilan, lām (untuk), yaitu isyarat kepada kesuksesan meraih kewalian tertinggi sehingga dianugerahi izin mengontrol alam semesta sesuka hati. Mengontrol alam semesta sesuka hati di sini adalah mengatur perjalanan takdir sesuai izin yang diberikan Allah s.w.t. kepada hatinya yang telah bening, suci, dan jernih dari segala jenis noda.

Kiyai Wakiti Ibnu Yusuf

Komentar
Loading...